Medan—UNPAB: Sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia dengan sistem multi partai masih dianggap mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintahan, hal ini disampaikan Agus Adhari SH LL.M pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Panca Budi, saat memberikan pendapatnya dalam acara Workshop Pancasila, Konstitusi dan Kenegaraan yang dilaksanakan Badan Pengkajian Majelis Pemusyawaratan Rakyat dan dihadiri pengajar Hukum tata Negara dan Kewarganegaraan serta anggota MPR yang berasal dari DPR RI dan DPD RI. Acara ini dilaksanakan di Hotel Grand Serella 24-25 November 2015.

                Untuk memberikan keleluasaan terhadap eksekutif selaku penyelenggara pemerintahan, maka penting untuk menyederhanakan jumlah partai guna meminimalisir celah deal-deal politik dan membuat kerja kabinet lebih fokus. Untuk itu Agus berpendapat perlunya menaikan persentase Parliementary Trheshold dari 3,5 % menjadi lebih tinggi yang dilakukan secara periodik tiap masa pemilu, sehingga sistem ini tidak secara langsung menghilangkan hak masyarakat yang dijamin dalam Pasl 28E Ayat 3 yang berbunyi  “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”, malainkan memaksa setiap partai politik yang ada untuk lebih fokus menjalankan tugas dan lebih mampu memberikan pendidikan politik bagi masyarakat.

                Terkait berapa jumlah partai yang ideal dalam sistem presidensial di Indonesia, Agus berpendapat, angka pasti tidak dapat menjamin ideal atau tidaknya, namun jika persentase Parliementary Threshold mencapai angka 10%, maka biarkan seleksi politik yang akan membawa pada angka ideal jumlah partai politik dalam sistem presidensial di Indonesia.(HMS)