kh-hasyim-muzadi-70-konflik-keagamaan-terjadi-karena-faktor-non-agama-yang-diagamakan_14.jpg

KH Hasyim Muzadi: 70% Konflik Keagamaan Terjadi Karena Faktor Non Agama Yang Diagamakan

Jakarta (Pinmas) —- Tujuh puluh persen (70%) konflik keagamaan terjadi karena faktor non agama yang diagamakan. Demikian ungkapan mantan Ketua Umum Tanfidyah PB NU, Dr KH Hasyim Muzadi saat menjadi pembicara dalam Dialog Publik “Deradikalisasi untuk Membangun Perdamaian di Indonesia” yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Alumni IAIN Walisongo Semarang wilayah Jabodetabek bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, di Hotel Horizon, Semarang (6/4).

“Berbagai masalah, terutama politik, pemberontakan, perebutan kekuasaan, masalah
sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, disulap dan dibelokkan menjadi masalah
agama,” terang Kiai Hasyim.

“Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara akhlak, fiqih, dan dakwah.
Nilai mempengaruhi akhlaq, norma adalah fiqih dan sosialisasi sama dengan dakwah,”
imbuh pengasuh Ponpes Al-Hikam Malang ini serius.

Menurut Kyai Hasyim, berbagai permasalahan dengan karakter radikalisasi agama, terjadi bukan karena agama itu sendiri, melainkan karena pemahaman atau persepsi kita atas agama.

Dalam Islam, lanjut Kyai Hasyim, tidak ada ajaran yang didasari atas kekerasan. Zaman Rasulullah, perang dalam Islam adalah perang yang defensif dan reaktif, bukan
ofensif dan revolusioner. “Jadi kalau ada kekerasan yang ofensif atas nama agama,saya tidak tahu, hal tersebut itbak (mengikuti kepada) siapa,” kata Kyai Hasyim.

Kyai Hasyim menambahkan bahwa kelonggaran dosis demokratisasi di mana masyarakat belum siap, ditambah dengan berbagai kesenjangan dalam masyarakat, menambah maraknya radikalisasi atas nama agama. Karenanya, Kyai Hasyim berpandangan bahwa hal yang bisa dilakukan adalah memperbaiki tata nilai yang kini mulai menurun dan perbaikan sistem agama.

Selain tokoh NU dari Jawa Timur tersebut, hadir pula beberapa tokoh sebagai pembicara, yakni Sri Yunanto dari BNPT, Suprawoto dari Kominfo, dan Rumadi dari Wahid Institute. Diskusi Publik ini diikuti 300-an alumni IAIN dari berbagai daerah dan dihadiri unsur pejabat dari IAIN Walisongo Semarang.

Selain diskusi publik, IKA Walisongo menggelar pagelaran seni wayang kulit dengan Dalang Ki Entus Susmono dari Tegal Jawa Tengah, dengan lakon “Antarajeja Mbalelo” di komplek Lapangan Kampus III IAIN Walisongo pukul 20.00 WIB dan disiarkan secara live oleh Cakra TV, beberapa radio komunitas dan radio lokal di wilayah Semarang.
Pagelaran wayang kulit ini dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi. (g-penk)

kh-hasyim-muzadi-70-konflik-keagamaan-terjadi-karena-faktor-non-agama-yang-diagamakan_2.jpg

KH Hasyim Muzadi: 70% Konflik Keagamaan Terjadi Karena Faktor Non Agama Yang Diagamakan

Tujuh puluh persen (70%) konflik keagamaan terjadi karena faktor non agama yang diagamakan. Demikian ungkapan mantan Ketua Umum Tanfidyah PB NU, Dr KH Hasyim Muzadi saat menjadi pembicara dalam Dialog Publik “Deradikalisasi untuk Membangun Perdamaian di Indonesia” yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Alumni IAIN Walisongo Semarang wilayah Jabodetabek bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo, di Hotel Horizon, Semarang (6/4).

“Berbagai masalah, terutama politik, pemberontakan, perebutan kekuasaan, masalah
sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya, disulap dan dibelokkan menjadi masalah
agama,” terang Kiai Hasyim.

“Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara akhlak, fiqih, dan dakwah.
Nilai mempengaruhi akhlaq, norma adalah fiqih dan sosialisasi sama dengan dakwah,”
imbuh pengasuh Ponpes Al-Hikam Malang ini serius.

Menurut Kyai Hasyim, berbagai permasalahan dengan karakter radikalisasi agama, terjadi bukan karena agama itu sendiri, melainkan karena pemahaman atau persepsi kita atas agama.

Dalam Islam, lanjut Kyai Hasyim, tidak ada ajaran yang didasari atas kekerasan. Zaman Rasulullah, perang dalam Islam adalah perang yang defensif dan reaktif, bukan
ofensif dan revolusioner. “Jadi kalau ada kekerasan yang ofensif atas nama agama,saya tidak tahu, hal tersebut itbak (mengikuti kepada) siapa,” kata Kyai Hasyim.

Kyai Hasyim menambahkan bahwa kelonggaran dosis demokratisasi di mana masyarakat belum siap, ditambah dengan berbagai kesenjangan dalam masyarakat, menambah maraknya radikalisasi atas nama agama. Karenanya, Kyai Hasyim berpandangan bahwa hal yang bisa dilakukan adalah memperbaiki tata nilai yang kini mulai menurun dan perbaikan sistem agama.

Selain tokoh NU dari Jawa Timur tersebut, hadir pula beberapa tokoh sebagai pembicara, yakni Sri Yunanto dari BNPT, Suprawoto dari Kominfo, dan Rumadi dari Wahid Institute. Diskusi Publik ini diikuti 300-an alumni IAIN dari berbagai daerah dan dihadiri unsur pejabat dari IAIN Walisongo Semarang.

Selain diskusi publik, IKA Walisongo menggelar pagelaran seni wayang kulit dengan Dalang Ki Entus Susmono dari Tegal Jawa Tengah, dengan lakon “Antarajeja Mbalelo” di komplek Lapangan Kampus IIIIAIN Walisongo pukul 20.00 WIB dan disiarkan secara live oleh Cakra TV, beberapa radio komunitas dan radio lokal di wilayah Semarang.
Pagelaran wayang kulit ini dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Plt Walikota Semarang Hendrar Prihadi. (g-penk)

sumber

Berita Lainnya