kebijakan-kemenkumham-dalam-penanganan-pecandu-narkotika_53.jpg

Kebijakan Kemenkumham dalam Penanganan Pecandu Narkotika

Manado- Kementerian Hukum dan HAM terus melakukan berbagai upaya untuk menangani pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika. Kemenkumham menaruh perhatian serius terhadap hal tersebut, karena berdasarkan data per 1 April 2013, jumlah narapidana dan tahanan kasus narkotika mencapai 32.810 orang atau sebesar 30, 15 persen dari jumlah penghuni lapas dan rutan di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 19.160 orang adalah bandar/pengedar sementara sisanya 13.650 orang adalah pengguna. Demikian disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana ketika menjadi narasumber Sosialisasi BNN di Hotel Aryadhuta, Manado, Sulawesi Utara (11/4).

 Wamen menjelaskan bahwa saat ini masih terjadi perderan narkotika di lingkungan lapas dan rutan. “Hal ini terjadi karena beberapa hal seperti over kapasitas di lapas dan rutan serta adanya oknum petugas yang melakukan pelanggaran. Over kapasitas menyebabkan munculnya pangsa pasar narkotika di lapas dan rutan, sedangkan pelanggaran oleh oknum petugas biasanya terjadi karena faktor ekonomi,” tuturnya.

 Terkait upaya penanganaan pecandu narkotika, Wamen menjelaskan bahwa Kementerian Hukum dan HAM melakukan sejumlah hal. “Pertama adalah program “Halinar’, alias Anti-HP, Anti-Pungli dan Anti-Narkotika,” ungkap Wamen. Denny mengatakan bahwa saat ini ada sejumlah lapas yang menjadi pilot project program “Halinar”. Selain itu, lanjutnya, dikenakan pula sanksi tegas bagi napi/tahanan yang memiliki, membawa atau menggunakan alat komunikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lapas dan Rutan.

 Terkait Anti-Halinar juga dilakukan pengetatan bagi bandar narkoba yang masa hukumannya paling sedikit 5 tahun. “Hal ini untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat serta untuk menimbulkan efek jera (deterrence effect),” tandas Wamen. Adapun dasar hukum, lanjutnya, adalah PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. “Syarat mutlak lain adalah warga binaan tersebut wajib bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk membongkar tindak pidana yang dilakukan. Bukti dari kerjasama tersebut adalah dikeluarkannya rekomendasi dari instansi terkait seperti BNN atau Kepolisian,” tutur Wamen.

 Hal lain yang dilakukan, masih menurut Wamen, adalah pencegahan dan pemberantasan seperti dengan membentuk Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), rehabilitas medis/sosial dan terapi. “Terapi dilakukan di sejumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan seperti Terapi Metadon, Terapi Komunitas dan Terapi Komplementer,” tandasnya. Upaya penanganan narkotika menurut Wamen terkendala sejumlah hal seperti penghuni kasus narkotika yang terus bertambah, kurangnya CCTV dan keterbatasan alat pengacak sinyal. (Humas)

(Sumber :http://www.kemenkumham.go.id) / @r_7

Berita Lainnya